Pelaksanaan HAM pada Masa Orde Baru
dan Orde Reformasi
Hak asasi manusia (HAM) merupakan
hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan
abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa . Hak asasi manusia meliputi hak
untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang
tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Demikianlah rumusan hak
asasi manusia sebagaimana tertuang pada pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia
Indonesia vide Tap MPR No.XVII/MPR/1998 .
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia
yang isinya dikutip di atas dibuat di di tahun yang sama ketika pelanggaran HAM
berat yang terjadi di tanah air. Kerusuhan 13-15 Mei 1998 meletus di beberapa
kota. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda
hilang. Pada tanggal 13-14 November 1998 terjadi pembunuhan terhadap beberapa
mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini
dikenal sebagai tragedi Semanggi I . Prahara pada tahun 2008 tersebut menjadi
peristiwa bersejarah yang membawa Indonesia pada babak baru perjalanan bangsa.
Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang telah
berlangsung sejak juli 1997 yang dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa
negara lain termasuk di Indonesia dan Korea Selatan. Penjarahan dan
pembakaran berbagai fasilitas umum terjadi dimana-mana. Pembunuhan yang
disertai tindakan yang biadab seperti pemerkosaan terhadap etnis tertentu
terjadi diberbagai daerah. Keadaan di ibukota negara Jakarta mencekam begitu
juga yang terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia. Salah satu tuntutan yang
kemudian muncul pada saat itu adalah turunkan Soeharto dan adili para
kroni-kroninya yang dianggap telah bersalah kepada rakyat.
Kerusuhan yang berlangsung beberapa hari tersebut telah banyak memakan korban jiwa dan materi.
Kerusuhan yang berlangsung beberapa hari tersebut telah banyak memakan korban jiwa dan materi.
Bila dibandingkan dengan
kerusuhan-kerusuhan sebelumnya kerusuhan Mei 1998 merupakan kerusuhan terburuk
yang pernah terjadi di Indonesia. Dalam kerusuhan tersebut, menurut TPGF,
korban meninggal sebanyak 1.217 orang, luka-luka 91 orang, dan hilang 31 orang
. untuk menghindari adanya korban jiwa dan materi yang semakin banyak, akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 Presiden Soeharto membacakan pidato
tentang pengunduran dirinya dan secara konstitusional memberikan jabatan
presiden kepada Wakil Presiden BJ Habibie untuk melanjutkan tampuk
kekuasaan di Indonesia.
Dari pemerintahan Presiden Habibie
inilah kemudian reformasi digulirkan dengan agenda-agenda perbaikan di
berbagai bidang kehidupan beebangsa baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan
maupun pertahanan dan keamanan.
Masa pemerintahan Presiden BJ Habibie menjadi titik tonggak dimulainya reformasi. Reformasi tersebut menggenggam agenda besar untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah lama dirampas pada masa Orde Baru. Salah satu agenda utama reformasi adalah penegakkan HAM, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Dalam agenda itulah reformasi digulirkan hingga saat ini .
Masa pemerintahan Presiden BJ Habibie menjadi titik tonggak dimulainya reformasi. Reformasi tersebut menggenggam agenda besar untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah lama dirampas pada masa Orde Baru. Salah satu agenda utama reformasi adalah penegakkan HAM, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Dalam agenda itulah reformasi digulirkan hingga saat ini .
Rumusan Masalah
Melihat masih banyaknya kekerasan
dan pelanggaran HAM pasca reformasi, secara subjektif kita boleh berpendapat
bahwa agenda reformasi tersebut masih jauh dari cita-cita. Bahkan, dalam
beberapa aspek, tidak tampak adanya perubahan yang berarti dalam kaitannya
dengan penegakkan HAM. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijabarkan
pelaksanaan penegakan HAM yang terjadi sejak masa reformasi dibandingkan dengan
pelaksanaan penegakan HAM pada masa Orde Baru. Pertanyaannya adalah apakah
terjadi perubahan yang berarti ke arah yang positif terhadap penegakan HAM di
Indonesia.
Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak-hak asasi manusia adalah hak
yang dimiliki manusia karena martabatnya sebagai manusia dan bukan diberikan
oleh masyarakat atau negara. Semua manusia sebagai manusia memiliki
martabat dan derajat yang sama dan dengan demikian memiliki hak-hak dan
kewajiban- kewajiban yang sama. Menurut Szabo tujuan hak asasi manusia adalah
memepertahankan hak-hak manusia dengan sarana kelembagaan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat Negara dan pada waktu yang
bersamaan mendorong perkembangan pribadi manusia yang multidimensional. (
Szabo, dlm. Vasak, Unesco Courier, 1997, vol.1, hal 11.)
Dalam kaitannya dengan pengertian
atau notion HAM dapat dibedakan antara an mordefinisi yuridis, politis, ddalam
deklarasi politik adalah Deklarasi umum hak-hak asasi yang diterima pada bulan
Desember 1948. Tidak ada perbedaan hakiki antara UUD 1945, Ketetapan
no.II/MPR/1978 disatu pihak dan Deklarasi Universal HAM, yang ditetapkan oleh
PBB. Namun, secara de facto para pendiri bangsa ( Founding Father) yang
merumuskan UUD 1945 tidak mau memasukkan apa yang termuat dalam Deklarasi
Universal karena apa yang termuat didalamnya dirasa tidak sesuai dengan watak
ideologi bangsa Indonesia.
HAM sebagaimana yang dipahami
didalam dokumen-dokumen hak asasi manusia yang muncul pada abad ke-20 seperti
Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah cirri menonjol. Pertama, supaya kita
tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas sebagai hak. Kedua, hak-hak ini
dianggap universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah
manusia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi manusia yang berlaku sekarang
adalah bahwa hak itu merupakan hak internasional. Ketiga, hak asasi
manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan dan
penerapannya didalam system adat atau system hukum dinegara-negara tertentu.
Keempat, hak asasi manusia dipandang norma-norma yang penting, dimana dalam
deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie
right. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun
pemerintah.
Secara eksplisit hak-hak asasi dalam
UUD 1945 itu sebagai hak-hak warga Negara dalam pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31,
33, dan tentu saja dalam Pembukaan UUD 1945. Di masa orde baru, semangat
dan jiwa yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen mendorong pengurus MPRS untuk mengadakan
langkah-langkah guna membenahi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran
terhadap HAM yang dilakukan oleh G 30 S/PKI.
Hak-hak warga Negara di Indonesia
diakui dan dijunjung tinggi tetapi dalam kerangka solidaritas Indonesia, dalam
konteks gotong royong. Masalah-masalah yang tumbuh berkisar HAM di Indonesia
cukup kompleks, baik secara teoritis maupun yuridis terdapat tiga macam
pandangan:
- Kelompok yang pertama berpendirian : Indonesia dengan ideology Pancasila menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan peradaban. Kecuali itu UUD 1945 secara eksplisit menjamin sejumlah hak fundamental untk para warga Negara.
- Kelompok yang kedua : Menentang HAM, sebab menurut mereka HAM menyusahkan penyelenggara pemerintahan yang beriktikad baik.
- Kelompok yang ketiga: Mempertahankan HAM, mereka menunjukkan adanya fakta yang membuktikan adanya pelanggaran terhadap HAM. Mereka berusaha menyadarkan rakyat akan hak-hak fundamental mereka.
Menurut Prof. Padmo Wiyono suatu hak
kemanusiaan sebenarnyja baru menjadi permasalahan apabila seseorang berada
dalam lingkungan manusia lainnya. Rumusan hak-hak manusia dikaitkan dengan
hasrat bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang bersifat demokratis dan
yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan kemanusiaan. HAM oleh suatu
Negara diakui secara hukum dapat dirumuskan dan dibagi menjadi dua kategori:
1. Hak-hak yang hanya dimiliki oleh para warga Negara dari Negara yang bersangkutan ( hak-hak warga Negara).
2. Hak- hak yang pada dasarnya dimiliki semua yang berdomisili di Negara yang bersangkutan.
Masa Orde Baru
1. Hak-hak yang hanya dimiliki oleh para warga Negara dari Negara yang bersangkutan ( hak-hak warga Negara).
2. Hak- hak yang pada dasarnya dimiliki semua yang berdomisili di Negara yang bersangkutan.
Masa Orde Baru
Sejak PKI berhasil ditumpas,
Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini
menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal
26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan
lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front
Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura). Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada
Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu
dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar
dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru .
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat
“koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru
tersebut berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar. Dalam beberapa aspek, HAM terjamin. Tetapi dalam
beberapa aspek lainnya, HAM tidak dilindungi.
Penegakan HAM pada Orde Baru
Orde Baru membawa banyak perubahan
positif pada penegakan HAM. Perubahan-perubahan tersebut antara lain menyangkut
aspek politik, ekonomi, dan pendidikan.
a. Politik
Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat Indonesia di dunia internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada tanggal 19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak asasi manusia Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini menjadi langkah yang baik untuk membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan kemakmuran.
a. Politik
Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat Indonesia di dunia internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada tanggal 19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak asasi manusia Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini menjadi langkah yang baik untuk membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan kemakmuran.
b. Ekonomi
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat mendapatkan hak-hak mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. Program transmigrasi, repelita, dan swasembada pangan mendorong masyarakat untuk memperoleh kemakmuran dan hak hidup secara layak.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat mendapatkan hak-hak mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. Program transmigrasi, repelita, dan swasembada pangan mendorong masyarakat untuk memperoleh kemakmuran dan hak hidup secara layak.
c. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program unggulan, yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program unggulan, yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan.
Pelanggaran HAM pada Orde Baru
Harus diakui pada masa Orde Baru
dari segi pembangunan fisik memang ada dan keamanan terkendali, tetapi pada
masa Orde Baru demokrasi tidak ada, kalangan intelektual dibelenggu, pers di
daerah di bungkam, KKN dan pelanggaran HAM terjadi di mana-mana . Secara garis
besar ada lima keburukan Orde Baru, yaitu: kekuasaan pemerintah yang absolut,
rendahnya transparansi pengelolaan negara, lemahnya fungsi lembaga perwakilan
rakyat, hukum yang diskriminatif, dan dan lemahnya perlindungan HAM.
a. kekuasaan
pemerintah yang absolut
Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Suharto telah memenangkan sekitar enam kali pemilihan umum (Pemilu). Pada waktu itu, kekuasaan Suharto didukung oleh partai Golongan Karya yang dibayang-bayangi oleh Partai Demokasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan. Tampak jelas dalam pemerintahan Suharto di mana pemerintahan dijalankan secara absolut. Presiden Suharto mengkondisikan kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan. Salah satu hak sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan kolusi dan nepotisme.
Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Suharto telah memenangkan sekitar enam kali pemilihan umum (Pemilu). Pada waktu itu, kekuasaan Suharto didukung oleh partai Golongan Karya yang dibayang-bayangi oleh Partai Demokasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan. Tampak jelas dalam pemerintahan Suharto di mana pemerintahan dijalankan secara absolut. Presiden Suharto mengkondisikan kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan. Salah satu hak sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan kolusi dan nepotisme.
b. rendahnya
transparansi pengelolaan
Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas dan akuntabilitasnya. Suatu undang-undang tidak mengikat jika tidak diundangkan melalui lembaran negara. Suatu sidang pengadilan dianggap tidak sah apabila tidak dibuka untuk umum. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga peneliti yang menyangkut kepentingan masyarakat harus dipublikasikan. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional.
Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas dan akuntabilitasnya. Suatu undang-undang tidak mengikat jika tidak diundangkan melalui lembaran negara. Suatu sidang pengadilan dianggap tidak sah apabila tidak dibuka untuk umum. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga peneliti yang menyangkut kepentingan masyarakat harus dipublikasikan. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional.
Keuangan negara juga menjadi rahasia
internal pemerintahan. Hutang negara menjadi terbuka jelas pun saat krisis
dunia melanda. Indonesia tidak mampu membayar hutang luar negeri yang
bertumpuk-tumpuk. Lebih dari itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
yang menurun tajam memaksa perusahaan-perusahaan memecat sebagian karyawannya
untuk mengurangi biaya produksi. Bahkan, banyak perusahaan tumbang dan gulung
tikar karena negara tidak mampu membayar hutang luar negeri. Bila dirunut lebih
dalam, semua itu berakar dari rendahnya transparasi pemerintah terhadap masyarakat.
c. Lemahnya fungsi
lembaga perwakilan rakyat
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal ini, aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah. Program-program pemerintah seperti LKMD, Inpres desa tertinggal, dan seterusnya, menjadi semacam program penjinakan yang dilakukan oleh penguasa agar rakyat miskin tidak berteriak menuntut hak-hak mereka.
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal ini, aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah. Program-program pemerintah seperti LKMD, Inpres desa tertinggal, dan seterusnya, menjadi semacam program penjinakan yang dilakukan oleh penguasa agar rakyat miskin tidak berteriak menuntut hak-hak mereka.
d. Hukum yang
diskriminatif
Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya. Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal yang sangat langka. Hak asasi sosial dilanggar oleh pemerintah.
Beberapa kekurangan sistem orde baru dapat dirangkum dengan enam poin, yaitu:
Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya. Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal yang sangat langka. Hak asasi sosial dilanggar oleh pemerintah.
Beberapa kekurangan sistem orde baru dapat dirangkum dengan enam poin, yaitu:
- semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
- pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat,
- munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua,
- kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya,
- bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin),
- kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
- kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel,
- penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus), dan
- tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
Perlindungan HAM dalam Orde Baru
memang dirasa masih lemah. Berita mengenai penembakan misterius terhadap
musuh-musuh negara —-termasuk teroris, menjadi catatan hitam Orde Baru.
Diskriminasi terhadap hak-hak asasi kaum minoritas dan Chinese pun menjadi
pelanggaran HAM yang tidak bisa dilupakan. Meski demikian, Orde Baru
memperlihatkan peran yang besar untuk menjaga stabilitas nasional. Stabilitas
nasional ini memungkinkan negara untuk menjaga terlaksananya pelaksanaan
perlindungan HAM bagi masyarakat.
Periode Reformasi
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan
Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997 . Sejak tahun 1997 kondisi
ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda
Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh
mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan
reformasi total.
Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Penegakan HAM pada Masa Reformasi
Orde reformasi membawa banyak
perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa perubahan positif yang dibawa oleh
reformasi pada periode jabatan presiden B.J. Habibie adalah:
a. Kebijakan
dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
• UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
• UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
• UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
• UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.
b. Kebijakan
dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perbankan menjadi sektor yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan masyarakat tidak berdaya untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia menjadi pusat keuangan negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas ekonomi rakyat.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perbankan menjadi sektor yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan masyarakat tidak berdaya untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia menjadi pusat keuangan negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas ekonomi rakyat.
c. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). Dengan pers, masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). Dengan pers, masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
d. Pelaksanaan
Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
Beberapa Pelanggaran HAM pada Masa
Reformasi
Sekalipun terdapat berbagai
pembenahan, di masa reformasi masih terjadi banyak pelanggaran HAM. Dalam
beberapa hal, HAM sudah cukup ditegakkan. Tetapi dalam beberapa hal lain,
pelanggaran HAM justru semakin marak setelah masa reformasi berlangsung.
Berikut ini adalah beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa reformasi.
a. Kebijakan Yang
Anti Rakyat Miskin
Dalam pelaksanaan hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi sosial dan budaya, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat pemerintah terhadap hak asasi, baik di lembaga eksekutif – termasuk aparat penegak hukum maupun di lembaga legislatif menjadi hambatan utama bagi pelaksanaan instrumen-instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi. Pemahaman yang lemah terhadap hak asasi manusia, dan lemahnya komitmen untuk menjalankan kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak telah berdampak pada meluasnya pelanggaran HAM, khususnya terhadap warga yang lemah secara ekonomi, sosial dan politik. Ini diperparah dengan kebijakan/strategi ekonomi pasar yang pro-modal kuat yang telah membawa dua dampak di bidang aturan hukum/perundangan. Pertama, aturan hukum telah diskriminatif terhadap kaum miskin dan secara sistematis menghilangkan hak-hak dasar kaum miskin; Kedua, diabaikannya/ tidak dijalankannya hukum dan peraturan yang secara substansial berpihak pada kelompok miskin
Dalam pelaksanaan hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi sosial dan budaya, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat pemerintah terhadap hak asasi, baik di lembaga eksekutif – termasuk aparat penegak hukum maupun di lembaga legislatif menjadi hambatan utama bagi pelaksanaan instrumen-instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi. Pemahaman yang lemah terhadap hak asasi manusia, dan lemahnya komitmen untuk menjalankan kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak telah berdampak pada meluasnya pelanggaran HAM, khususnya terhadap warga yang lemah secara ekonomi, sosial dan politik. Ini diperparah dengan kebijakan/strategi ekonomi pasar yang pro-modal kuat yang telah membawa dua dampak di bidang aturan hukum/perundangan. Pertama, aturan hukum telah diskriminatif terhadap kaum miskin dan secara sistematis menghilangkan hak-hak dasar kaum miskin; Kedua, diabaikannya/ tidak dijalankannya hukum dan peraturan yang secara substansial berpihak pada kelompok miskin
b. Meningkatnya
Pengangguran dan Masalah Perburuhan
Di antara regulasi yang disusun sepanjang tahun 2000 hingga 2006, paling tidak ada tiga perundang-undangan yang selama tahun 2007 selalu mewarnai seluruh dinamika perburuhan. Perundang-undangan itu adalah UUNo 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, UU No 13 tahun 2003, dan UU No. 2 tahun 2004 yang mengatur tentang PPHI. Ketiga Undang-undang itu kemudian menjadi roh sistem perburuhan di Indonesia. Melalui UU No 13 tahun 2003, pemerintah mengundang para investor untuk membuka lapangan kerja dengan mengurangi “perlindungan” terhadap buruh. Tingkat upah yang tinggi di Indonesia sering dipandang membebani kaum pengusaha sehingga mereka menuntut agar biaya tersebut ditekan.Alih-alih mengurangi jumlah pengangguran, justru PHK massa dilegalkan. Akibat PHK tersebut, ribuan buruh ikut menambah jumlah pengangguran. Berdasarkan survey yang dilakukan BPS, pada bulan Oktober 2005 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,6 juta oarang atau 10,84% dari angkatan kerja yang ada yaitu 106,9 juta orang. Angka ini jauh lebih tinggi 700.000 dibandingkan awal tahun 2005. Kemudian pada Februari 2006 angka pengangguran mencapai 11,10 juta orang (10,40%). Sementara itu, pada bulan Februari 2007, jumlah pengangguran terbukti tetap masih tinggi yaitu sekitar 10,55 juta dengan tingkat pengangguran terbukamencapai 9,75%. Hingga pertengahan tahun 2007, masih ada 60.000 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belum terselesaikan. Nilai pesangon dari seluruh kasus tersebut mencapai sekitar 500 milyar rupiah. Salah satu di antaranya adalah kasus PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Selama kasus belum terselesaikan, agar tetap hidup, puluhan ribu buruh tersebut kemudian bekerja lagi dengan sistem kerja baru yang mencekik. Pada tahun 2007 buruh kembali diresahkan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menurutnya akan mengatasi berbagai klausul kontroversial dalam undang-undang ketenagakerjaan tersebut. Paket rancangan tersebut berisi dua judul RPP. Pertama, RPP tentang Perubahan Perhitungan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Kedua, RPP tentang Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK). Singkatnya, paket-paket RPP tersebut mengandung arti melestarikan sistem kontrak dan outsorcing dan mempertegas pelegalan PHK. Dengan demikian perjuangan kaum buruh menuntut hak-hak normatifnya akan semakin jauh dari realitas.
Di antara regulasi yang disusun sepanjang tahun 2000 hingga 2006, paling tidak ada tiga perundang-undangan yang selama tahun 2007 selalu mewarnai seluruh dinamika perburuhan. Perundang-undangan itu adalah UUNo 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, UU No 13 tahun 2003, dan UU No. 2 tahun 2004 yang mengatur tentang PPHI. Ketiga Undang-undang itu kemudian menjadi roh sistem perburuhan di Indonesia. Melalui UU No 13 tahun 2003, pemerintah mengundang para investor untuk membuka lapangan kerja dengan mengurangi “perlindungan” terhadap buruh. Tingkat upah yang tinggi di Indonesia sering dipandang membebani kaum pengusaha sehingga mereka menuntut agar biaya tersebut ditekan.Alih-alih mengurangi jumlah pengangguran, justru PHK massa dilegalkan. Akibat PHK tersebut, ribuan buruh ikut menambah jumlah pengangguran. Berdasarkan survey yang dilakukan BPS, pada bulan Oktober 2005 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,6 juta oarang atau 10,84% dari angkatan kerja yang ada yaitu 106,9 juta orang. Angka ini jauh lebih tinggi 700.000 dibandingkan awal tahun 2005. Kemudian pada Februari 2006 angka pengangguran mencapai 11,10 juta orang (10,40%). Sementara itu, pada bulan Februari 2007, jumlah pengangguran terbukti tetap masih tinggi yaitu sekitar 10,55 juta dengan tingkat pengangguran terbukamencapai 9,75%. Hingga pertengahan tahun 2007, masih ada 60.000 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belum terselesaikan. Nilai pesangon dari seluruh kasus tersebut mencapai sekitar 500 milyar rupiah. Salah satu di antaranya adalah kasus PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Selama kasus belum terselesaikan, agar tetap hidup, puluhan ribu buruh tersebut kemudian bekerja lagi dengan sistem kerja baru yang mencekik. Pada tahun 2007 buruh kembali diresahkan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menurutnya akan mengatasi berbagai klausul kontroversial dalam undang-undang ketenagakerjaan tersebut. Paket rancangan tersebut berisi dua judul RPP. Pertama, RPP tentang Perubahan Perhitungan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Kedua, RPP tentang Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK). Singkatnya, paket-paket RPP tersebut mengandung arti melestarikan sistem kontrak dan outsorcing dan mempertegas pelegalan PHK. Dengan demikian perjuangan kaum buruh menuntut hak-hak normatifnya akan semakin jauh dari realitas.
c. Terabaikannya
hak-hak dasar rakyat
Rubrik Fokus dalam Harian Kompas membuat deskripsi secara detail mengenai fenomena kemiskinan paling kontemporer di negeri ini . Ulasan Fokus ini antara lain menyebutkan bahwa pemerintah sudah semestinya merasa malu! Sudah membangun selama 60 tahun, dibekali wilayah yang sangat luas dan kaya sumber daya alam, iklim cuaca yang kondusif, tanah yang subur, dan selama puluhan tahun rajin berutang miliaran dollar AS ke berbagai negara dan lembaga internasional, kok bisa sampai rakyatnya mengalami busung lapar atau mati kelaparan. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan China, jumlah anak kurang gizi, angka kematian bayi, angka kematian ibu, anak putus sekolah, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, tingkat pendapatan,dan berbagai indikator kesejahteraan lainnya, lebih buruk. Bahkan dibandingkan Vietnam pun Indonesia kalah. Merebaknya kasus busung lapar dan sejumlah penyakit lain yang diakibatkan oleh kemiskinan, juga menunjukkan kegagalan pemerintah memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan kesehatan sebagai hak paling dasar minimum rakyat. Meskipun tidak semua kasus malnutrisi adalah akibat faktor ekonomi, kasus busung lapar yang mengancam sekitar 1,67 juta atau delapan persen dari total anak balita di Indonesia diakui terkait erat dengan rendahnya daya beli dan akses masyarakat miskin ke pangan. Masih tingginya tingkat kelaparan di masyarakat menunjukkan ada yang tidak beres dengan kebijakan pembangunan. Secara normatif orientasi kebijakan pembangunan memang telah berubah. Pemenuhan hak dasar rakyat merupakan salah satu komitmen yang tertuang dalam Strategi Pembangunan Nasional 2004-2005. Namun pada kenyataanya, implementasi kebijakan itu hingga sekarang sepertinya belum berubah dimana pembangunan masih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan.
Rubrik Fokus dalam Harian Kompas membuat deskripsi secara detail mengenai fenomena kemiskinan paling kontemporer di negeri ini . Ulasan Fokus ini antara lain menyebutkan bahwa pemerintah sudah semestinya merasa malu! Sudah membangun selama 60 tahun, dibekali wilayah yang sangat luas dan kaya sumber daya alam, iklim cuaca yang kondusif, tanah yang subur, dan selama puluhan tahun rajin berutang miliaran dollar AS ke berbagai negara dan lembaga internasional, kok bisa sampai rakyatnya mengalami busung lapar atau mati kelaparan. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan China, jumlah anak kurang gizi, angka kematian bayi, angka kematian ibu, anak putus sekolah, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, tingkat pendapatan,dan berbagai indikator kesejahteraan lainnya, lebih buruk. Bahkan dibandingkan Vietnam pun Indonesia kalah. Merebaknya kasus busung lapar dan sejumlah penyakit lain yang diakibatkan oleh kemiskinan, juga menunjukkan kegagalan pemerintah memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan kesehatan sebagai hak paling dasar minimum rakyat. Meskipun tidak semua kasus malnutrisi adalah akibat faktor ekonomi, kasus busung lapar yang mengancam sekitar 1,67 juta atau delapan persen dari total anak balita di Indonesia diakui terkait erat dengan rendahnya daya beli dan akses masyarakat miskin ke pangan. Masih tingginya tingkat kelaparan di masyarakat menunjukkan ada yang tidak beres dengan kebijakan pembangunan. Secara normatif orientasi kebijakan pembangunan memang telah berubah. Pemenuhan hak dasar rakyat merupakan salah satu komitmen yang tertuang dalam Strategi Pembangunan Nasional 2004-2005. Namun pada kenyataanya, implementasi kebijakan itu hingga sekarang sepertinya belum berubah dimana pembangunan masih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan.
Kesimpulan
Melihat seluruh kenyataan yang ada
penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan
dan masih sangat minim penegakannya. Sekalipun terjadi perubahan ketika bangsa
Indonesia memasuki masa reformasi, tetapi toh tidak banyak perubahan yang
terjadi secara signifikan. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi bisa
disebabkan oleh beberapa faktor seperti : Telah terjadi krisis moral di
Indonesia, Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang, Kurang adanya penegakan
hukum yang benar, dan masih banyak sebab-sebab yang lain.
Maka untuk dapat menegakkan HAM di
Indonesia perlu :
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi,
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang,
3. Sanksi yang tegas bagi para pelanggara HAM, dan
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat.
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi,
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang,
3. Sanksi yang tegas bagi para pelanggara HAM, dan
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat.
Penegakan HAM di Indonesia tidak
hanya menjadi tanggungjawab pemerintah tetapi juga tanggungjawab semua umat
manusia. Hak Asasi Manusia merupakan hak kodrati manusia. Melanggar dan menciderai
HAM berarti juga menciderai kasih dan kebaikan Allah bagi umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar